Monday, 29 July 2019
Mendiskusikan Kebijak(an) Paskibraka Putri Pakai Celana
Kemenpora lewat Deputi Pengembangan Pemuda mengumumkan bahwa pada mulai tahun ini Seragam "Putri" Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka ) Nasional akan menggunakan celana.
Ini artinya untuk Paskibraka Putri akan mengganti pakaian yang selama ini digunakan tahun demi tahun yakni "Rok" digantikan dengan celana. Berita ini sontak menjadi hangat sejak diumumkan Sabtu (27/7/2019). Pro dan Kontra pun muncul di kalangan masyarakat. Mereka menuangkan ekspresinya dalam bentuk komen di FB, Twitter dan Medsos lainnya. Isinya bermuatan kecaman dan tak sedikit pula yang mendukung.
Menurut pengakuan salah satu petinggi di Kemenpora, keputusan ini tidak diambil sepihak, dan keputusan ini berdasarkan Perpres No. 71 tahun 2018 tentang "Tata Pakaian pada Upacara Kenegaraan dan Acara Resmi". Kebijakan ini merupakan adopsi dari ketentuan seragam TNI/Polri yang sudah sejak lama mengatur seragam wanita dengan menggunakan celana.
Gejolak terjadi di kalangan netizen. Kebanyakan menganggap kebijakan ini terlalu sensitif dan tidak mencerminkan negara yang sekuler. Terlalu "lebay" mencampurkan ketentuan agamis membuat nasionalis tercemar. Kebijakan ini terlalu dipaksakan, pasalnya keputusannya pun cepat dan tanpa sepengetahuan masyarakat. Lantas bagaimana tidak banyak yang protes?
Dari saya lahir sampai sekarang, saya sudah menyaksikan puluhan upacara dan bahkan mengikuti upacara secara langsung untuk memeriahkan HUT Proklamasi Indonesia yang diselenggarakan tahunan pada 17 Agustus. Semenjak saat itu sampai sekarang Paskibra/Ka Putri telah menggunakan "Rok" sebagai simbol feminisme dan keanggunan.
Tapi sekarang, kebijakan baru pemerintah yang terkesan "Top Down" ini sangat disayangkan. Keanggunan dan Feminisme seorang wanita hilang. Celana telah identik dengan kaum Adam. Memang tidak ada masalah yang begitu besar bila ini terapkan tapi sebagai seorang yang hidup berdampingan dengan Perempuan, kurang afdol melihat dalam suatu acara resmi apa lagi acara kenegaraan kemudian seorang Wanita menggunakan celana dalam menunaikan tugas. Dari segi estetika oh sangat tidak estetis.
Menurut saya, sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan lebih dalam membuat keputusan, bahkan di hal hal yang sekecil ini saja dapat membuat stigma bagi masyarakat terkait alur perencanaan kebijakan pemerintah yang terkesan tertutup dan "Top Down". Seharusnya dalam formulasi kebijakan sangat mutlak melibatkan masyarakat bila menyatakan diri sebagai negara demokrasi.
Terimakasih telah membaca, ini pendapat saya. Bagaimana dengan Anda? Mohon dibagikan dan dikomentari mari Diskusi
Sekian.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment