“MALADMINISTRASI DAN PATOLOGI
BIROKRASI”
MAKALAH
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
·
RIO
R. SIMBAR
·
CARINNE
LOESI
·
BILLY
C. WORAN
·
LICHY
PAAT
·
VERONIKA
TUMEWU
Program Studi Ilmu
Administrasi Negara
Fakultas Ilmu
Sosial
Universitas Negeri
Manado
2019
Kata Pengantar
Syaloom, Asalammualaikum
Puji
Syukur Kami panjatkan Kepada Tuhan YME, karna atas berkat dan penyertaanNya
Kami kelompok 8 dapat mendapatkan kekuatan dan hikmat sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Pula kami berterimahkasih karna atas Perkenanan Tuhan YME Kami
boleh bekerjasama dalam penyusunan dan boleh melaksanakan tugas kami sebagai
mahasiswa dalam penyelesaian tugas Analisis Administrasi Negara
Kami
sangat bersyukur karna sampai pada saat ini kami telah menyelesaikan makalah
ini dengan baik, untuk itu pula kami berterimakasih kepada seluruh pihak yang
boleh membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Dengan demikian kami dapat
belajar dan mendapat pengalaman dalam menyusun karya tulis ini dan diharapkan
menjadi pengalaman bagi kita untuk menyusun karya tulis yang lebih tinggi
jenjangnya ditahap berikutnya
Sebagai
manusia kami sadar bahwa kami tak sempurnah, oleh karna alasan itu kami tau
bahwa makalah ini masih belum sempurnah. Perlu tanggapan, komentar, kritik dan
saran bagi kami agar kami dapat memperbaiki dan memantapkan karya kami ini agar
ditahap selanjutnya akan lebih baik.
Sebagai
penutup semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian dan boleh
diterima oleh dosen pengajar Ananlisis Administrasi Negara menjadi pengangan
dan pedoman dalam kita belajar bersama. Tuhan Yesus Memberkati Kita
Sekalian.
Pakatuan Wo Pakalowiren
Tondano, April 2019
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
BAB I
Pendahuluan
Giat Indonesia dalam mempersiapkan diri dalam menjadi
negara maju mendapat berbagai kriteria yang harus dipenuhi, sebagai negara
berkembang Indonesia masih banyak pekerjaan rumah untuk berbenah dan
mengevaluasi diri. Banyak aspek yang harus menjadi perhatian yakni Politik,
Sosial, Budaya dan aspek lainnya. Administrasi Negara adalah salah satu didalam
aspek tersebut
“Untuk menilai maju tidaknya suatu negara, lihatlah
Administrasi Negaranya atau Pelayanan Publiknya” L. Bulo. Ya, apabila suatu
negara telah memiliki pelayanan kepada publik yang prima maka masyarakat akan
puas dengan kinerja pemerintah sehingga akan menunjang setiap program yang
dibuat pemerintah. Sebaliknya, jika pelayanan publik itu rendah, buruk dan
jelek maka respon dari masyarakat juga serupa sehingga menghambat perkembangan
dan pembangunan suatu negara.
Untuk menciptakan Administrasi Negara yang kuat dalam
sistem yang utuh, tak juga dipungkiri bawasannya banyak penyimpangan yang
dihadapi baik sistemnya maupun orangnya (birokrat/administrator).
Dalam
makalah ini kami akan membahas penyimpangan yang terjadi dalam Administrasi
Negara itu sendiri. Yakni Maladministrasi dan Patologi Administrasi
1)
Apa itu
Administrasi Negara
2)
Apa itu Maladministrasi
3)
Apa itu Patologi
Administrasi
4)
Tugas dan Wewenang
Ombudsman RI
5)
Bagaimana cara
mengatasinya
Makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih dalam
tentang penyimpangan yang terjadi dalam Administrasi Negara juga bagaimana
untuk mengatasinya, pula untuk memeuhi tugas terstruktur mata kuliah “Analisis
Administrasi Negara” . Dan juga akan menjadi latihan untuk karya tulis yang
lebih lanjut lagi
BAB II
Pembahasan
Di negara manapun birokrasi memiliki peranan penting
dalam menjalankan berbagai tugas pemerintahan suatu negara. Birokrasi
tidak hanya menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan tetapi juga
melaksanakan keputusan politik pemerintah. Dalam penyelenggaraan pemerintah,
mal administrasi tidak hanya diartikan sekedar penyimpangan terhadap hal tulis
menulis, tata buku, procedural dan sebagainya. Namun mal administrasi diartikan
lebih luas dan mencakup pada penyimpangan yang terjadi terhadap fungsi-fungsi
pelayanan publik atau pelayanan pemerintah yang dilakukan oleh setiap pejabat
pemerintahan.
Dengan kata lain, tindakan mal administrasi pejabat pemerintah
dapat merupakan perbuatan, sikap maupun prosedur dan tidak terbatas pada
hal-hal administrasi atau tata usaha belaka. Istilah mal administrasi diambil
dari bahas inggris “maladministration” yang diartikan tata usaha
buruk atau pemerintahan buruk. Pengertian mal administrasi secara umum adalah
perilaku yang tidak wajar, termasuk penundaan pemberian pelayanan, tidak sopan
dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang yang disebabkan oleh
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan kekuasaan secara semena-mena
atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil,
intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau
sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal atau
berdasarkan tindakan yang tidak beralasan (unreasonable), tidak
adil (unjust), menekan (oppressive), imporer dan
diskriminatif.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia (“UU 37/2008”) maladministrasi
diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perseorangan.
Menurut Hendra
Nurtjahjo dkk dalam buku Memahami Maladministrasi
(hal. 11-12) yang kami akses dari laman Ombudsman RI menjelaskan
definisi maladministrasi yaitu:
a. Perilaku dan
perbuatan melawan hukum,
b. Perilaku dan
perbuatan melampaui wewenang,
c. Menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang itu,
d. Kelalaian,
e. Pengabaian
kewajiban hukum,
f. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik,
g. Dilakukan oleh
Penyelenggara Negara dan pemerintahan,
h. Menimbulkan
kerugian materiil dan/atau immaterial,
i. Bagi
masyarakat dan orang perseorangan.
Bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk maladministrasi
yang paling umum adalah penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang,
penyimpangan prosedur, pengabaian kewajiban hukum, tidak transparan, kelalaian,
diskriminasi, tidak profesional, ketidakjelasan informasi, tindakan
sewenang-wenang, ketidakpastian hukum, dan salah pengelolaan.
Hendra dkk. Menjelaskan yang termasuk dengan
maladministrasi yang dilakukan Aparat Pemerintahan antara lain sebagai berikut;
1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di
kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor.
2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan,
tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak,
informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat.
3. Korupsi yang terjadi karena
penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya, termasuk didalamnya mempergunakan
kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan, dan dengan
tindakan tersebut untuk kepentingan memperkaya dirinya, orang lain kelompok
maupun korporasi yang merugikan keuangan negara.
4. Defective Policy Implementation yaitu kebijakan yang tidak
berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen
politik hanya berhenti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahan
undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.
5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit
birokrasi ini antara lain:
a. Indecision yaitu tidak adanya
keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi
dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir
yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat
tinggi. Banyak dalam praktik muncul kasus-kasus yang di peti es kan.
b. Red Tape yaitu penyakit birokrasi
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan
waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan
secara singkat.
c. Cicumloution yaitu Penyakit para
birokrat yang terbiasa menggunakan katakata terlalu banyak. Banyak janji tetapi
tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang
banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan
masyarakat.
d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi
yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan impersonality dari
karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak,dalam pelayanan birokrasi
yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat
kasus-perkasus.
e. Psycophancy yaitu kecenderungan
penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang.
Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan
hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan
loyalitas pada publik.
f. Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam
birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga
mengurangi efisiensi.
g. Paperasserie adalah kecenderungan
birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banyak
laporan-laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya
fungsinya.
h. Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan
yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak sebagaiamana mestinya, ada
pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan
dalam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan.
Masih
bersumber dari buku yang sama, ada pendapat lain mengenai bentuk
maladministrasi yang dilakukan oleh birokrat yaitu:
1. Ketidak jujuran (dishonesty), berbagai tindakan ketidak jujuran
antara lain: menggunakan barang publik untuk kepentingan pribadi, menerima uang
dll.
2. Perilaku yang buruk (unethical behavior), tindakan tidak etis ini
adalah tindakan yang mungkin tidak bersalah secara hukum, tetapi melanggar
etika sebagai administrator.
3. Mengabaikan hukum (disregard of law), tindakan mengabaikan hukum
mencakup juga tindakan menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri,
atau kepentingan kelompoknya.
4. Favoritisme dalam menafsirkan hukum, tindakan menafsirkan hukum untuk
kepentingan kelompok, dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan
kelompoknya.
5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, tindakan ini cenderung ke
perlakuan pimpinan kepada bawahannya berdasarkan faktor like and dislike.
Yaitu orang yang disenangi cenderung mendapatkan fasilitas lebih, meski
prestasinya tidak begus. Sebaliknya untuk orang yang tidak disenangi cenderung
diperlakukan terbatas.
6. Inefisiensi bruto (gross inefficiency), adalah kecenderungan suatu instansi
publik memboroskan keuangan negara.
7. Menutup-nutupi kesalahan, kecenderungan menutupi kesalahan dirinya,
kesalahan bawahannya, kesalahan instansinya dan menolak di liput kesalahannya.
8. Gagal menunjukkan inisiatif, kecenderungan tidak
berinisiatif tetapi menunggu perintah dari atas, meski secara peraturan
memungkinkan dia untuk bertindak atau mengambil inisiatif kebijakan.
·
Contoh kasus mal
administrasi adalah soal kewarganegaraan (mantan) Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Saat dilantik pada Rabu (27/7/2016). Arcandra sudah memegang paspor Amerika
setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan sumpah
setia kepada Amerika Serikat. Tercatat , sejak Maret 2012, Arcandra melakukan
empat kunjungan ke Indonesia dengan menggunakan paspor Amerika Serikat.
Selain berstatus WNI tercatat juga sebagai warga negara Amerika Serikat.
Persoalan tak usai hanya dengan memberhentikan Arcandra dari jabatannya. Tapi
persoalan masalah integritas pemerintahan pun muncul. Pakar hukum tata negara
Yusril Ihza Mahendra langsung berkomentar pedas dengan menyebut Presiden Joko
Widodo asal pilih menteri tanpa melihat track record yang jelas.
Direkrutnya Arcandra yang memiliki dwikewarganegaraan sebagai menteri ESDM
dianggap hal memalukan. Yusril memandang aneh ketika para menteri pembantu
presiden memberikan penjelasan bertele-tele mengenai status kewarganegaraan
Archandra Tahar. Tak kurang anehnya adalah penjelasan Menkumham yang
seolah-olah tidak mengerti hukum kewarganegaraan RI. Arcandra dinilai melanggar
UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan serta
UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara karena dinilai melawan hukum dan
membohongi Presiden dan rakyat Indonesia. Archandra melakukan public
lie (kebohongan publik) menurut Prof Tjipta Lesmana seorang pakar
komunikasi, dengan mengatakan bahwa dia merupakan warga negara Indonesia dengan
wajah minangnya. Selanjutnya Prof Tjipta memandang pada sisi siapa yang telah
membawa atau menawarkan posisi menteri kepada Archandra, sehingga
Presiden Jokowi kecolongan. Sehingga reputasi Presiden di pertaruhkan dan
kinerja BIN pun dipertanyakan.
·
Ombudsman Republik
Indonesia (ORI) menemukan pelanggaran administrasi oleh Kementerian Agama
(Kemenag) dalam kasus penipuan pemberangkatan umrah oleh PT Amanah Bersama Umat
Tours (Abu Tours). Penemuan itu terungkap setelah Ombudsman melakukan
serangkaian pemeriksaan terkait kasus itu."Dari pemeriksaan tersebut,
Ombudsman menemukan ada empat maladministrasi yang dilakukan Kementerian
Agama,” kata anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy di kantornya, Jalan HR Rasuna
Said, Kuningan,Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018). Dalam kasus tersebut,
Ombudsman juga menemukan adanya pelanggaran administrasi Kementerian Pariwisata
(Kemenpar). “Satu maladministrasi Kementerian Pariwisata," lanjut Ahmad
Suaedy. Empat pelanggaran administrasi yang dilakukan Kemenag, yakni meliputi
ketidakkompetenan, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, dan
penyalahgunaan wewenang. Sementara terhadap Kemenpar, yakni terkait pengabaian
kewajiban hukum. Ombudsman telah mengultimatum Kemenag terkait adanya kasus
penipuan umrah pada 2017. Pada kasus itu, ada 56 ribu calon jamaah haji dengan
dana mencapai Rp830 miliar gagal berangkat haji. "Meskipun Kemenag telah
menindaklanjuti saran Ombudsman dengan mengeluarkan PMA (Penanaman Modal Asing)
Nomor 8 Tahun 2018, namun penipuan dan kasus gagal berangkat umrah ternyata
terulang kembali (oleh) PT Abu Tours dengan jumlah korban yang lebih
besar," ungkapnya. Atas temuan maladministrasi itu, Ombudsman melayangkan
saran kepada Kemenag dan Kemenpar untuk melakukan tindakan korektif. Banyak
langkah perbaikan yang harus dilakukan oleh Kemenag untuk memperbaiki
penyelenggara ibadah umrah," pungkasnya.
·
Bupati Minahasa
Utara, Vonnie Panambunan dikabarkan ia tak dapat melantik atau rolling jabatan
SKPD Minut karena sebelumnya melantik pejabat yang tak melalui mekanisme hukum.
Perilaku ia ini dikategorikan sebagai maladministrasi sehingga sampai sekarang
ia tak dapat melantik dan merolling pejabat di Kabupaten Mihasa Utara. Juga dikatakan juga terlibat dalam tindak
pidana korupsi terkait proyek pemecah ombak di Kabupaten Minahasa Utara. Ia
terlibat dalam proyek yang dikerjakan di Likupang Dua yang bernilai Rp.15
Milyar.
Istilah “patologi” hanya dikenal dalam ilmu kedokteran
sebagai sesuatu penyakit. Namun belakangan analogi ini dikenal dalam ilmu
politik untuk menyadur bahwa dalam realitasnya ada “penyakit” dalam tubuh pemerintahan.
Namun bukan penyakit seperti halnya dalam ilmu kedokteran. Namun bisa dikatakan
adanya penyakit akut yang sulit dihilangkan, terutama dalam birokrasi di
Indonesia. Makna ini agar birokrasi pemerintahan mampu menghadapi tantangan
yang mungkin timbul, baik yang bersifat politis, ekonomi, sosial kultural dan
teknologi. Berbagai penyakit yang mungkin sudah deritanya atau mengancam akan
menyerang perlu diidentifikasi untuk dicari solusi yang paling efektif. Harus
diakui bahwa tidak ada birokrasi yang sama sekali bebas dari patologi
birokrasi. Sebaliknya tidak ada birokrasi yang menderita “penyakit birokrasi
sekaligus”.
Menurut Taliziduhu
Ndraha, Miftah Thoha, Peter M. Blau, David Osborne, JW Schoorl) Patologi
birokrasi adalah penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan
pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan
tugas, dan menjalankan program pembangunan.
Patologi Birokrasi
(Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku yang kadang-kadang
disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari patologi birokrasi digambarkan oleh
Victor A Thompson seperti “sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada
aturan atau rutinitas-rutinitas dan prosedur-prosedur, perlawanan terhadap
perubahan, dan desakan picik atas hak-hak dari otoritas dan status.
Prof. Dr. Sondang P.
Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya patologi ialah agar diketahui
berbagai jenis penyakit yang mungkin diderita oleh manusia. Analogi itulah yang
berlaku pula bagi suatu birokrasi. Artinya agar seluruh birokrasi pemerintahan
negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul baik bersifat
politik, ekonomi, sosio-kultural dan teknologikal.
a.
Paternalistik
Yaitu atasan bagaikan
seorang raja yang wajib dipatuhi dan dihormati, diperlakukan spesial, tidak ada
kontrol secara ketat, dan pegawai bawahan tidak memiliki tekad untuk mengkritik
apa saja yang telah dilakukan atasan. Hal tersebut menjadikan pelayanan publik
kurang maksimal dikarenakan sikap bawahan yang terlalu berlebihan terhadap
atasan sehingga birokrasi cenderung mengabaikan apa yang menjadi kepentingan
masyarakat sebagai warga negara yang wajib menerima layanan sebaik mungkin;
b.
Pembengkakan Anggaran
Terdapat beberapa
alasan mengapa hal ini sering terjadi yaitu: semakin besar anggaran yang
dialokasikan untuk kegiatan semakin besar pula peluang untuk
memark-up anggaran, tidak adanya kejelasan antara biaya dan pendapatan
dalam birokrasi publik, terdapatnya tradisi memotong anggaran yang diajukan
pada proses perencanaan anggaran sehingga memunculkan inisiatif pada orang yang
mengajukan anggaran untuk melebih-lebihkan anggaran, dan kecenderungan
birokrasi mengalokasikan anggaran atas dasar input. Pembengkakan anggaran akan
semakin meluas ketika kekuatan civil society lemah dalam mengontrol
pemerintah;
c.
Pembengkakan Birokrasi
Dapat dilakukan dengan menambah jumlah struktur pada
birokrasi dengan alasan untuk meringankan beban kerja dan lain-lain yang
sebenarnya struktur tersebut tidak terlalu diperlukan keberadaannya. Akibatnya
banyak dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang secara tidak langsung dapat merugikan Negara. Sehingga anggaran
menjadi kurang tepat sasaran; dan
d. Fragmentasi Birokrasi
Banyaknya kementerian
baru yang dibuat oleh pemerintah lebih sering tidak didasarkan pada suatu
kebutuhan untuk merespon kepentingan masyarakat agar lebih terwadahi tetapi
lebih kepada motif tertentu. (Agus Dwiyanto, 2011: 65)
Prof. Dr. Sondang P.
Siagian, MPA (1994) menyebut serangkaian contoh penyakit (patologi)
birokrasi yang lazim dijumpai. Penyakit – penyakit tersebut dapat dikategorikan
dalam empat macam :
1)
Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial
para pejabat dilingkungan birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini
antara lain, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap, arogansi dan
intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.
2)
Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya
pengetahuan ketrampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.
Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan ketidakcekatan,
ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas diri, bertindak tanpa
pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan.
3)
Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota
birokrasi melanggar norma hukum dan peraturan perundang – undangan yang
berlaku. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap, korupsi,
ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.
4)
Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para
birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif. Diantara patologi jenis ini
antara lain, bertindak sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidak
disiplin.5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai
instansi di lingkungan pemerintah. Diantara patologi jenis ini antara lain,
eksploitasi bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi
kerja kurang kondusif. (Sondamg, 1994: 35).
Untuk menyembuhkan
patologi birokrasi tersebut maka birokrasi memerlukan manusia yang memiliki
keunggulan:
·
Unggul dalam penguasaan ilmu dan teknologi;
·
Unggul dalam penguasaan stategik;
·
Unggul dalam berkolaborasi ;
·
Unggul dalam bernegosiasi;
·
Unggul dalam penguasaan informasi.
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi
Patologi Birokrasi yaitu:
Yang pertama, perlu adanya reformasi administrasi yang
global. Artinya reformasi administrasi bukan hanya sekedar mengganti personil
saja, bukan hanya merubah nama intansi tertentu saja, atau bukan hanya
mengurangi atau merampingkan birokrasi saja namun juga reformasi yang tidak
kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat, perbaikan moral, dan merubah
cara pandang birokrat, bahwa birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik
dan bukan untuk mencari keuntungan.
Yang
kedua pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas.
Kekuatan hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan
dan penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa
para koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini
dikarenakan hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang
diperbuat.
Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan
dengan cara:
·
Kepemimpinan yang adil dan kuat
·
Alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari
kepentingan politik
·
Adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan
kegiatan pemerintahan dalam birokrasi.
Yang
ketiga ialah dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan
transparansi. Kurangnya demokrasi dan rasa ber-tanggung jawab yang ada dalam
birokrasi membuat para birokrat semakin mudah untuk menyeleweng dari hal yang
semstinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas merupakan alat dari
penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan E-Government
diharapkan mampu menambah transparansi sehingga mampu memperkuat akuntabilitas
para birokrat. Merubah Patologi Birokrasi Melalui Prinsip Good Governance
Mar'ie Muhammad (Media Transparansi 1998) menyatakan bahwa good governance itu
ada jika pembagian kekuasaan ada.
Meluruskan pernyataan Anda soal kewenangan Ombudsman
dalam menangani maladministrasi, kami luruskan bahwa menangani maladministrasi
bukanlah kewenangan Ombudsman, melainkan tugas Ombudsman seperti yang disebut
dalam Pasal 7 UU 37/2008:
a.
menerima Laporan
atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b.
melakukan
pemeriksaan substansi atas Laporan;
c.
menindaklanjuti
Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d.
melakukan
investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e.
melakukan
koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f.
membangun jaringan
kerja;
g.
melakukan upaya
pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
h.
melakukan tugas
lain yang diberikan oleh undang-undang.
Dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya, Ombudsman berwenang:
a.
meminta keterangan
secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang
terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b.
memeriksa
keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c.
meminta
klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari
instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d.
melakukan
pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
e.
menyelesaikan
laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f.
membuat
Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar
ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g.
demi
kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi;
h.
menyampaikan
saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara
lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan
publik;
i.
menyampaikan
saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan
perundangundangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah
Maladministrasi.
BAB III
Penutup
Telah diketahui bahwa penyimpangan telah
dibuat lumrah oleh pelaku administrasi dan birokrasi diIndonesia,
Maladministrasi dan Patologi Adminitrasi/Birokrasi telah merupakan penyakit
yang membudaya diranah Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memang harus diakui untuk merubah sesuatu yang telah membudaya bukanlah hal
yang mudah. Perlu dilakukan reformasi dan revolusi terhadap peraku administrasi
dan birokrasi juga membenahi sistem organisasi yang belum maksimal.
Untuk itu diharapkan setelah mengetahui
gejala dan penyakit dalam Administrasi Negara yakni Maladministrasi dan
Patologi Administrasi/Birokrasi diharapkan agar sebagai “calon” birokrat
nantinya kita dapat mengambil peran aktif sebagai pionner didalam organisasi publik dan sebagai agent of change (agen perubahan) agar kita dapat menyembuhkan dan
memulihkan serta mengefektifkan seluruh komponen administrasi negara dalam
Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kuat!
Sebagai mahasiswa yang masih dalam tahap
belajar, kita perlu saling bertukar buah pikir agar menjadi kekayaan bersama
dan evaluasi bersama terkait makalah ini, dan untuk kritik dan saran yang
membangun dengan senang hati kami kelompok menerimanya.
Terimakasih telah membaca dan mengikuti
diskusi makalah ini. Semoga dapat berguna dan dapat diterima dalam pemenuhan
tugas terstruktur mata kuliah Analisis Administrasi Negara.
Tuhan Yesus
Memberkati
Pakatuan Wo
Pakalowiren
Daftar Pustaka
Sumber dan Refrensi :
Ø
https://beritamanado.com/vonnie-panambunan-cs-belum-aman-minut-connection-ini-kemenangan-masyarakat/
Ø Undang Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang “Ombudsman RI”
No comments:
Post a Comment