Thursday 15 August 2019

Paradigma Administrasi Publik




Pemikiran Administrasi Publik terus mengalir mengikuti perkembangan zaman, perbedaan cara hidup dan sistem bernegara mendorong Administrasi Publik terus bertransformasi dan menemukan bentuk baru agar dapat relevan dengan masa demi masa yang telah dilewatinya.

Ini juga berangkat dari sifat ilmu sosial sebagai "ibu" dari Administrasi Publik, yakni bersifat dinamis teori yang baru selalu menjadi kekayaan dan menjadi tolak ukur bagi teori yang baru. Membuat ilmu sosial sangat kaya akan teori sebagai perbandingan dan pengkajian.

Paradigma sendiri diartikan sebagai pola pikir, kerangka berpikir, metode, juga sebagai cara pandang manusia suatu masa dalam lingkungannya. Dalam kaitannya dengan studi ilu administrasi publik dapat lebih disederhanakan sebagai pola pikir yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan dan memahami nilai nilai dasarnya , sehingga dapat dijakdikan sebagai pedoman dalam pola tindak dan perilaku manusia dalam organisasi.

Saat ini kita akan membahas Paradigma Administrasi Publik yang dipopulerkan oleh Denhart and Denhart, yakni sebagai berikut ;

1. Old Public Administration (OPA)

Tokoh yang paling berpengaruh dalam paradigma OPA ini adalah Windrow Wilson, ia merupakan seorang dosen ilmu tata negara dan sejarah. Pemikirannya membawa ia menjadi Presiden Amerika ke 28 lewat Partai Demokrat.

Pemikiran ini berkembang diawal abad ke 20 tepatnya pada saat perang dunia pertama (1914), masa ini sangat sulit bagi administrasi negara untuk berkembang, karena mengingat negara selalu dalam ancaman baik dari dalam maupun luar pertahanan negara harus kuat. Oleh karena itu peran negara dalam penyelenggaraan negara begitu besar dan kekuasaan negara tunggal dalam menjalankan birokrasi pemerintahannya

Lewat badan dan organisasi negara, pelayanan kepada masyarakat sangat kental dengan pendekatan kekuasaan. Negara merumuskan setiap kebijakannya secara "Top down" artinya alur perumusan kebijakan selalu dimulai dari Atas (Pemerintah) kemudian ke Bawah (Masyarakat).

Akibatnya penyelenggaraan negara bersifat kaku dan tersentralistik kepada negara. Pelibatan unsur politis dalam penyelenggaraan negara juga sangat kental pada paradigma ini, sulit bagi masyarakat mendapat pelayanan yang berkeadilan dan non diskriminatif.

Mengingat dalam sistem ini sebagai penguasa pemerintah melaksanakan pelayanan sesuai kehendak dan kemauan mereka, oleh sebabnya penyelenggaraan negara kental dengan KKN.

2. New Public Management (NPM)

Paradigma ini diinspirasikan oleh Presiden Reagan yang melihat "Government is not the solution to our problems. Government is the problem", intinya bagaimana membatasi peran pemerintah yang merupakan sumber masalah, dengan melibatkan masyarakat dan dunia swasta/privat untuk turut serta dalam penyelenggaraan negara.

NPM muncul untuk menjawab permasalahan yang tak mampu diselesaikan OPA. Sifat OPA yang kaku dan tersentralistik membuat penyelenggaraan negara tidak efektif dan efisien demikian juga dalam melaksanakan pelayanan publik.

NPM menawarkan konsep baru dalam bernegara, yakni pelibatan sektor privat/swasta dalam rangka penyelenggaraan negara dan pelayanan publik dengan mengedepankan efisiensi dan efektifitas pekerjaan, mekanisme pasar bebas membuat banyak lembaga privat yang berkompetisi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan publik waktu itu.

Osborne dan Gaebler (1992), kemudian dioperasionalkan oleh Osborne dan Plastrik; memberikan sifat NPM  :

(1) Kalatik
(2) Mendorong Masyarakat
(3) Kompetitif
(4) Berorientasi misi
(5) Mementingkan hasil
(6) Mengutamakan pelanggan
(7) Berjiwa Wirausaha
(8) Bersikap antisipatif
(9) Desentralisasi
(10) Berorientasi pasar

Berangkat dari sifat, terlihat bagaimana tujuan untuk memberikan jawaban atas sifat OPA yang begitu kaku dan tersentralistik. Jawaban untuk mencipkan struktur negara yang lebih ramping dengan fungsi yang gemuk (downsizing) dengan tugas pokok dan fungsi yang terdesentralitasi (decentralization), kemudian menggunakan pendekatan pasar dalam penyelenggaraannya dan menjunjung tinggi kompetisi membuat pelayanan publik semakin efektif dan efisien

Perlu diketahui NPM ini muncul di Selandia Baru, Inggris, Amerika Serikat dan beberapa negara lain karena terjadi ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah

Akibat dari dari NPM ini yang menerapkan pasar bebas dan mekanise pasar, kompetisi dalam menawarkan penyediaan pelayanan sangat masif sehingga membuat kesenjangan sosial terjadi. Perbedaan kelas sangat terasa dalam paradigma ini, karena apabila ingin menerima layanan tentunya harus menyediakan cost demi pelayanan dari setiap organisasi atau badan privat yang bekerjasama dengan pemerintah.

Berbagai kecaman dan kritikan muncul dalam paradigma ini karena pendekatan ekonominya. Kemudian jawaban untuk menjawab kesalahan dan kegagalan NPM dalam penyelengara pelayanan negara, adalah paradigma selanjutnya yakni NPS (New Public Service)

3. New Public Service (NPS)

Kegagalan utama yang dilakukan NPM adalah karna kompetisi pihak swasta/privat mengakibatkan kesenjangan sosial dan diskriminatif pelayanan publik sangat terasa, negara yang berorientasi pada costumer membuat mereka yang '"berduit" yang patut diberikan perhatian lebih daripada yang sebaliknya

NPS hadir dengan menawarkan prinsip yang baru, oleh Denhart dan Denhart memberikan standar bagi administrasi publik untuk harus ;

(1) Melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen not customers)
(2) Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest)
(3) Lebih menghargai kewarganegaraan dari pada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship)
(4) Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think strategically, act democratically)
(5) Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang mudah (recognize that accountabillity is not simple
(6) Melayani dari pada mengendalikan (serve rather than steer) dan
(7) Menhargai orang, bukannya produktivitas semata (value people not just productivity)

Prinsip prinsip ini merupakan jawaban atas kelemahan yang disediakan oleh NPM. Pelayanan publik dalam paradigma ini begitu memihak kepada masyarakat dengan tidak membedakan antar kelas masyarakat. Oleh karna itu administrasi publik bersifat demokratis, berkeadilan dan bersifat "Bottom Up"

4. Good Governance (Tata Kelola Pemerintahan yang Baik)

Mari kita meninggalkan Paradigma Denhart dan Denhart terkait tiga pergeseran besar paradigma administrasi publik yakni OPA , NPM dan NPS. Mari beralh ke paradigma "baru" mulai diterapkan dibeberapa negara dunia ketiga

Sejatinya, paradigma Good Governance ini berasal dari organisasi internasional yang bertindak sebagai "pemodal" bagi negara negara dunia ketiga (negara berkembang) dalam menyokong pembangunan dan penyelenggaraan negara. Adalah UNDP, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia yang bertindak sebagai "pendonor" bagi negara seperti Indonesia.

Mereka memasang standar bagi negara peminjam sebelum memberi suntikan dana. Intinya penyelenggaran negara harus bersifat akuntable, transparan dan penegakan hukum.

Walaupun dalam NPS digadang sebagai paradigma yang "sudah" baik, anggapan itu tak sepenuhnya benar. Dibalik sistem pelayanan dan penyelenggaraan pemerintahan yang benar benar demokratis dan berorientasi pada masyarakat, tak sepenuhnya seperti itu. Masih banyak kasus KKN, Disiplin aparatur, dan ketidakadilan yang masih terasa, untuk itu paradigma ini kembali mengkritik dan menyodorkan standar baru dalam tata kelola pemerintahan.

Paradigma ini menawarkan terobosan baru, yakni dengan melibatkan ketiga elemen penting dalam negara yakni; Pemerintah yang merupakan representasi negara, Masyarakat sipil dan dunia usaha/swasta. Ini merupakan fusi dari paradigma sebelumnya yakni OPA, NPM dan NPS.

Sinergitas ketiga elemen penting diatas diharapkan dapat menciptakan iklim bernegara yang berkeadilan, efektif dan efisien dalam pelayanan, serta memiliki nilai nilai dasar yang universal.

Negara bertugas; menciptakan kondisi politik yang stabil, iklim ekonomi dan sosial yang stabil, menegakan hukum, menjamin HAM, melindungi lingkungan hidup dan mengurus standar pelayanan publik

Sektor swasta bertugas : menciptakan lapangan kerja, menjalankan industri, menyediakan insentif bagi karyawan, melindungi buru, menaati peraturan, transfer ilmu pengetahuan, dan teknologi kepada masyarakat, pengembangan UKM dan memelihara lingkungan hidup

Masyarakat berugas : mempengaruhi kebijakan publik, mengkritik dan memberi masukan kepada pemeritah, menunjang program dan proyek pemerintah, membangun iklim sosial yang harmonis, bela negara dan menjaga kelestarian lingkungan

Tantangan paling utama dalam penerapan Good Governance dalam negara negara berkembang adalah bagaimana mengubah mindset aparatur yang kuno (KKN, tidak disiplin, tertutup, simbolis dan formalitas) menjadi mindset aparatur yang futuristik (Melayani, bertanggungjawab, berkadilan dan canggih). Untuk itu perlu reformasi mindset aparatur yang bertindak sebagai perpanjangan tangan pemerintah agar bisa beradaptasi dengan paradigma Good Governance yang semakin relevan dengan perkembangan di abad ke 21 sekarang.

5. Sound Governance

Memulaikan paradigma ini, kembali perlu diingatkan bahwa sifat dari paradigma itu berangkat dari cara manusia untuk selalu mencari kebenaran, juga dalam ilmu sosial itu perkembangannya sangat dinamis dan situasional

Sebagai Prinsip yang melibatkan tiga poros dalam negara yakni elemen pemerintah, elemen swasta dan elemen masyarakat dewasanya dalam perkembangan waktu ternyata peran sektor swasta yang malah lebih dominan. Iklim yang seharusnya mewujudkan keserasian dan ketergantungan antar tiga poros utama dalam negara ini malah berat sebelah.

Mengingat karna Good Governance ini embrionya berasal dari negara "pendonor" maka pasar ekonomi global terbuka sangat luas bagi negara yang menerapkan sistem ini. Ini mengakibatkan berbagai berbagai perusahaan asing mengambil alih peran negara.

Kritik pedas datang dari Presiden Tanzania Julius K. Nyerere di depan Konferensi di Afrika tahun 1998, "good governance tidak lebih sebagai konsep imperialis dan kolonialism. Good governance hanya akan mengerdilkan struktur negara negara berkembang, sementara kekuatan bisnis dunia semakin melebat".

Betul, karna pelibatan pasar global dalam penyelenggaran negara, gurita bisnis internasional juga masuk kedalam negara untuk mengekstraktif dan mengeksploitasi sumber daya yang ada dalam negara peminjam. Akibatnya sistem kapitalisme meraja lela dinegara negara berkembang dan begitu menyebabkan kegagalan negara untuk berkembang dan memanfaatkan kekayaan yang terkadung didalam negara tersebut

Atas dasar kritikan itu, konsepsi Good Governance perlu ditinjau ulang efektivitasnya, karena ternyata bukan satu satunya obat yang manjur di era yang terus berkembang dan dinamis ini, setiap masa situasinya berbeda. Salah satu konsep yang mencoba mengoreksi sekaligus menyempurnakan Good Governance adalah Paradigma Sound Governance.

Konsep "Sound Governance" digunakan untuk menggambarkan sistem yang berpandangan jauh lebih komprehensif dari pada 3 faktor utama yang disediakan Good Governance (pemerintah, swasta, masyarakat), Sound Governance manambahkan satu lagi faktor utama yakni kekuatan internasional.

Sound Governance memiliki pandangan yang berbeda dan justru mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman konsepsi birokrasi dan tata pemerintahan, utamanya niilai dasar budaya pemerintah tradisional yangg telah terkubur.

Selanjutnya dikemukakan bahwa pentingnya sistem pemerintah yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai banyak terabaikan dan ini juga terjadi dinegara dunia ketiga termasuk Indonesia. Sound Governance muncul untuk memberikan peluang dalam menyelamatkan keragaman kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata kepemerintahan.

Sound Governance berpendapat berbeda dan lebih melihat pada proses tercapainya tujuan, daripada membahas perdebatan soal bagaimana prinsip prinsip dilaksanakan untuk mencapai tujuan.

Hal paling esensial dalam menciptakan prinsip prinsip pelayanan publik yang fleksibel dan situasional dengan zaman yakni dibutuhkan "inovasi" yang kemudian menjadi ruh implementasi Sound Governance dalam praktik pembangunan.

Inovasi khususnya disektor publik dibutuhkan untuk memberikan layanan publik yang lebih mencerminkan ketersediaan bagi pilihan pilihan publik dan mencipkantan keanekaragaman metode pelayanan. Faktor inovasi menjadi salah satu kunci keberhasilan Sound Governance.

Walaupun dikatakan bahwa paradigma sound governance lebih unggul daripada good governance, namun dalam penerapannya di Indonesia perlu dikaji scara mendalam. Adalah kita sebagai "calon" sarjana maupun profesional, organisasi (LAN,IAPA,ASPA) dalam Administrasi Publik yang bertugas untuk melakukan mengkajian, penelitian dan pengembangan lebih mendalam. Jangan terlalu cepat menelan mentah mentah konsep konsep baru seperti ini. Sound Governance dikemukakan oleh pakar asing yang pasti belum tentu sesuai dengan nilai nilai budaya dan kondisi Indonesia








No comments: