Wednesday 8 May 2019

Misteri Gugurnya Pahlawan Demokrasi "554 KPPS Meninggal Dunia"

Per tanggal 8 Mei 2019, tercatat 554 petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) meninggal dunia dengan berbagai penyebab berdasarkan hasil sementara dari tim medis, baik itu
berasal dari anggota KPU, anggota Bawaslu juga ada dari TNI/Polri yang gugur. Jumlahnya terus bertambah seiring waktu berjalan.



Kejadian ini sebenarnya sudah terjadi sejak Pemilu 2014, sekitar 150an petugas penyelenggara pemilu juga gugur setelah melaksanan pemilihan, tapi mengapa jumlahnya naik 3x lipat? Pasalnya beban kerja dari petugas KPPS ini tak sesuai dengan upah yang didapat. Bayangkan selama lebih kurang 1 bulan mereka telah bekerja. Mulai dari pendataan, pengisian berkas/dokumen/formulir, pengedaran undangan, pembangunan TPS dan selanjutnya pada hari pemungutan suara harus kerja keras dengan melaksanakan pemilihan, menghitung surat suara yang terdiri dari 5 kertas (Presiden,DPR, DPD, DPRD Prov. DPRD Kab.) yang berjumlah lebih kurang 300an kertas suara sesuai dengan DPT dari wilayah cakupan TPS tersebut. Kemudian lanjut pengawalan kotak suara, Pleno tingkat Kecamatan lanjut ke Pleno tingkat Kabupaten, bukanlah hal yang sederhana tugas mereka.

Tapi mengapa banyak sekali korban? Cause of Death (COD) nya apa? Berdasarkan keterangan medis, kebanyakan korban yang meninggal itu kelelahan, juga ada yang meninggal karna menderita penyakit tertentu kemudian mungkin kambuh karna kelelahan. Menurut keterangan KPU untuk menjadi petugas KPPS harus menyertai surat keterangan sehat sebagai persyaratan. Tapi surat itu hanya "formalitas" saja dari Puskesmas yang mereka minta, tak sedikit yang sebenarnya sudah memiliki penyakit kronis maupun akud yang telah dideritanya.

Banyak pro dan kontra dimasyarakat maupun kalangan pemerintah terkait rencana tindakan otopsi kepada korban. Tapi kalau tidak diungkap ini akan tenggelam begitu saja. Para elit politik bukannya berduka malah mempolitisir kasus ini demi kepentingan satu pihak. Kasihan keluarga korban yang kelihangan sosok ayah, ibu, anak yang mungkin menjadi tulang punggung keluarga.

Demi bangsa dan negara mereka rela memberi diri untuk kesuksesan Pemilu serentak 2019 ini. Dengan gaji 500rb juga dipotong pajak pula santunan yang diberikan KPU juga 35jt, lucu memang nyawa manusia dihargai dengan uang.

Peristiwa luar negeri kita ramaikan dengan hastag # (#prayforparis #prayfornepal dll.) tapi sekarang duka mendalam dari dalam negeri, para pahlawan demokrasi kita yang rela menukar nyawa dengan kesuksesan pesta demokrasi kita ini tak seviral dengan kejadian kejadian diluar sana

Solusinya apa? sistem ini bermuara dari UU Pemilu yakni UU No. 7 tahun 2017 tentang "pemilihan umum", dengan implementasi yang buruk begini yah harus direvisi dengan berbagai pertimbangan. Harus melibatkan seluruh aspek pendukung dan penyelenggara, juga dilakukan simulasi agar nampak bagaimana implementasinya. Tapi perlu dingat juga, suatu aturan perundang undangan dibuat antara Eksekutif, Legislatif dan Dinas terkait. Kalau subjektifitasnya tinggi, maka percuma direvisi kalau tujuannya tetap bagaimana mempertahankan elektoral para parpol dimana elit politik berada untuk pemilihan diperiode selanjutnya.

Pemerintah mengklaim sukses melaksanakan Pemilihan/election yang paling rumit didunia dengan sukses, lancar, aman dan "selamat"Apa yang perlu dibanggakan!!. Jawab Rocky "Ibarat melaksanakan suatu pesta pernikahan, meja makan pengantin diatasnya makanan, minuman, piring/gelas, bunga dll. yang terkesan indah, baik, rapih dan cantik. Tapi, dibalik keindahan itu tersimpan tulang, sampah, lumpur yang ditutup oleh karpet merah khas pernikahan".

"Yang lebih penting dari Politik itu adalah Kemanusiaan"                                     Abdulrahman Wahid (Gus Dur) 

Rio R. Simbar
17603147

No comments: